Beranda | Artikel
Terperdaya dan Paling Merugi
2 hari lalu

Disusun oleh : Ustadz Abdul Aziz Luthfi , Lc

اِنَّ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ زَيَّنَّا لَهُمْ اَعْمَالَهُمْ فَهُمْ يَعْمَهُوْنَ ۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَهُمْ سُوْۤءُ الْعَذَابِ وَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ هُمُ الْاَخْسَرُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam kesesatan). Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang buruk (di dunia) dan mereka di akhirat adalah orang-orang yang paling merugi. (QS. An-Naml/27:4-5)

PENJELASAN SINGKAT

Firman Allah, yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat,” dan orang yang mendustakannya serta tidak mempercayai semua orang yang menjelaskan bahwa keberadaan hari akhirat.1

Firman Allah عزوجل , yang artinya”Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka,” Maksudnya, Kami jadikan mereka menyukai amalan-amalan itu sehingga mereka akan gemar melakukannya, padahal itu amalan-amalan yang buruk. Itu sesuai dengan sunnah Kami pada orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan, yang tidak takut terhadap hisab (hari penghitungan amal) serta tidak takut siksa, dia pasti akan tenggelam dalam perbuatan-perbuatan hina dan mengekor hawa nafsu, sehingga dia tidak menahan diri dari perbuatan jelek.2

Firman Allah, yang artinya, “maka mereka bergelimang (dalam kesesatan).” Maksudnya, mereka kebingungan, ragu-ragu. Mereka lebih memilih murka Allah عزوجل  daripada ridha-Nya. Semuanya sudah terbalik dalam pandangan mereka; Mereka melihat sesuatu yang bathil sebagai sesuatu yang haq (benar) dan memandang sesuatu yang haq sebagai sesuatu yang bathil.

Firman Allah, yang artinya, “Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang buruk (di dunia),” maksudnya, adzab yang paling keras, paling buruk dan paling berat. “Dan mereka di akhirat adalah orang-orang yang paling merugi.” Karena mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan keluarga mereka pada Hari Kiamat. 3

PENJELASAN AYAT4

Seorang ulama ahli tafsir mengatakan, firman Allâh, yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka,” (maksudnya, perbuatan-perbuatan mereka-red) yang buruk dengan mengikuti hawa nafsu sehingga mereka memandang perbuatan buruk itu bagus. Firman Allâh, yang artinya, “maka mereka bergelimang.” Maksudnya mereka bingung dengan perbuatan-perbuatan mereka yang dipandang buruk oleh kita.

Firman Allâh :

اِنَّ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ

Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat.

Maksudnya yaitu orang-orang yang tidak membenarkannya (mengimaninya), karena orang yang tidak mengimani pasti tidak mungkin akan bisa menerima atau tunduk kepadanya.

Kalau begitu, kalimat “tidak beriman” di sini mencakup (tiga kelompok orang, yaitu:) orang yang tidak beriman, tidak menerima dan tidak mau tunduk.

Perbedaan antara orang yang tidak bisa menerima dan orang yang tidak mau tunduk sudah diketahui bersama, misalnya, saya bisa menerima bahwa ini sesuatu yang diwajibkan (difardhukan) dan saya meyakininya sebagai suatu yang diwajibkan, namun saya tidak melakukannya. Disini, berarti yang tidak ada adalah ketundukan. Sedangkan orang yang tidak bisa menerima, artinya dia menolak dan mengatakan bahwa ini bukan hal yang wajib dan dia tidak mengakuinya sebagai yang difardhukan.

Firman Allâh عزّوجلّ :

اِنَّ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ زَيَّنَّا لَهُمْ اَعْمَالَهُمْ

Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan amalan-amalan mereka menjadi indah dalam pandangan mereka.

Potongan ayat ini menjelaskan bahwa penyebab suatu keburukan dijadikan indah dalam pandangan mereka adalah karena mereka tidak beriman terhadap hari akhirat. Allâh عزوجل  tidak menjadikan keburukan itu indah di mata mereka kecuali dengan sebab ini. Allâh D berfi rman:

فَلَمَّا زَاغُوْٓا اَزَاغَ اللّٰهُ قُلُوْبَهُمْۗ

Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allâh memalingkan hati mereka (QS. Ash-Shaf/61:5)

Dari sini kita bisa mengetahui bahwa orang yang memandang baik perbuatannya yang buruk, itu pertanda keimanannya terhadap hari akhirat kurang. Karena, kalau keimanannya sempurna tentu dia bisa mengetahui yang baik dan yang buruk, lalu dia melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk. Namun, karena imannya yang lemah, maka timbullah perbuatan buruknya dan dia memandangnya baik. Disini, kami tidak perlu menyebutkan macam-macamnya satu persatu karena terlalu banyak. Diantara contohnya, yaitu dahulu jika mereka mendatangi suatu daerah yang baru, mereka mengambil empat batu, mereka menyimpan tiga buah untuk (tempat-red) panci (saat memasak-red) dan satu untuk disembah.5

Diantara bentuknya yaitu mereka membuat kurma jadi bentuk patung yang disembah, dan jika mereka lapar, mereka memakannya.

Diantaranya juga, mereka mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup, iyâdzan billah, padahal anak-anak perempuan itu merupakan buah cinta mereka. Sebuah perbuatan keji yang tidak dilakukan oleh binatang buas sekalipun. Namun demikian, perbuatan keji ini dijadikan indah dalam pandangan sebagian kaum jahiliyah. Semoga Allâh عزوجل melindungi kita dari perbuatan buruk ini.

Firman Allâh:

فَهُمْ يَعْمَهُوْنَ ۗ

maka mereka bergelimang (dalam kesesatan)

Maksudnya mereka bingung, na’udzu billah. Ini karena mereka tidak beriman. Orang yang tidak dianugerahi hidayah oleh Allâh, dia akan berada dalam kebingungan, karena dia tidak beriman.

Diantara contoh yang paling nyata adalah kebingungan para ahli kalam. Karena mereka tidak beriman kepada Allâh dengan benar, mereka mengingkari sifat-sifat Allâh  عزوجل  , mereka mengingkari (sebagian) yang datang dalam kitabullah dan sunnah Rasul-Nya n , akhirnya, mereka kebingungan. Oleh karena itu, sebagian orang mengatakan, “Orang yang paling banyak ragunya saat kematian adalah para ahli kalam.”6

Jadi, semua orang yang imannya lemah, maka itu akan mengakibatkan dua hal buruk ini:

  • Pertama; Perbuatan yang buruk dijadikan baik dalam pandangannya, sehingga dia akan terus menerus melakukannya dan tidak mau berhenti
  • Kedua; Ragu-ragu dan kebingungan

Dengan ini, kita mengatahui dan meyakini bahwa ketika keimanan seseorang terhadap hari akhirat itu kuat, dia pasti akan mengetahui dan menyadari keburukan itu dan dia tidak merasa bingung atau ragu lagi. Karena ini seperti hasil operasi hitung-hitungan. Artinya, jika keberadaan sifat ini akan menghasilkan ini, maka ketika sifat itu tidak ada, maka hasilnya juga tidak ada. Ini adalah persamaan yang sangat jelas.

Orang-orang yang tidak beriman terhadap hari akhirat, mereka akan tertimpa dua keburukan ini, sebaliknya orang yang beriman terhadap hari akhirat, maka mereka akan terselamatkan dari dua hal menakutkan ini. Semoga Allâh عزوجل menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang beriman terhadap hari akhirat dengan benar.

Firman Allâh عزوجل :

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَهُمْ سُوْۤءُ الْعَذَابِ وَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ هُمُ الْاَخْسَرُوْنَ

Mereka itulah orang-orang yang mendapat adzab yang buruk (di dunia) dan mereka di akhirat adalah orang-orang yang paling merugi. (QS. An-Naml/27:5)

Mereka yang dimaksudkan dalam ayat di atas adalah orang-orang yang tidak beriman terhadap hari akhirat. Setelah Allâh عزوجل menyebutkan jalan hidup mereka, yaitu amal buruk mereka dijadikan indah dalam pandangan mereka, setelah itu, Allâh عزوجل  menyebutkan balasan untuk mereka. Allâh عزوجل berfirman:

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَهُمْ سُوْۤءُ الْـــــــــــــــعَذَابِ

Mereka itulah orang-orang yang mendapat (di dunia) azab yang buruk (QS. An-Naml/27:5)

Seorang ahli tafsir mengatakan bahwa adzab buruk itu yang paling keras di dunia adalah dibunuh atau ditawan.

Ahli tafsir ini mengaitkan adzab yang buruk itu dengan kejadian-kejadian di dunia seperti terbunuh dan tertawan, padahal tidak seyogyanya dikaitkan dengannya. Mestinya, dikatakan bahwa kejadian-kejadian menyakitkan ini termasuk adzab buruk yang mereka dapatkan. Mereka mendapatkan adzab yang buruk di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, mereka tidak mendapatkan bagian kebaikan sedikitpun di akhirat, bahkan Allâh عزوجل  menegaskan dalam firman-Nya:

وَهُـــــــمْ فِى الْاٰخِرَةِ هُمُ الْاَخْــــــــــــــــــسَرُوْنَ

Mereka di akhirat adalah orang-orang yang paling merugi. (QS. An-Naml/27:5)

Al-akhsar (paling merugi) merupakan isim tafdhil7 diambil dari kata dasar al-khusran yang berarti kekurangan. Penyematan gelar “orang-orang yang paling merugi” untuk mereka secara khusus menunjukkan bahwa masih ada orang-orang lain yang juga merugi, tapi yang paling merugi adalah mereka.

Kerugian yang menimpa orang-orang selain mereka, misalnya orang-orang mukmin yang fasiq (yang melakukan dosa-dosa besar yang tidak menyebabkan mereka menjadi kafir atau keluar dari Islam-red), mereka akan disiksa sesuai dengan kadar dosa mereka. Tidak syak lagi, ini adalah kerugian, karena mereka tidak mendapatkan kenikmatan di akhirat secara sempurna. Mereka disiksa akibat dari perbuatan mereka. Ini kerugian, akan tetapi yang paling merugi adalah mereka (yang tidak beriman terhadap hari akhirat) ini yang mereka itu akan kekal di neraka. Oleh karena itu, ulama tafsir menyebut orang-orang yang tempat kembali mereka adalah nereka yang mereka kekal di dalamnya, sebagai orang-orang yang paling merugi.

Berdasarkan uraian ini, di akhirat, kita mengetahui bahwa umat manusia akan terbagi menjadi tiga: Yang beruntung, yang merugi dan yang paling merugi.

Golongan pertama: Golongan yang beruntung adalah golongan orang-orang yang diberi anugerah oleh Allâh, yang keluar dari kehidupan dan dia tidak mendapatkan siksa di akhirat, baik dengan sebab taubatnya, atau dengan sebab berbagai musibah menimpanya yang bisa menghapus dosa-dosanya, atau dengan sebab amal-amal shalih yang bisa menghancurkan semua perbuatan buruknya, seperti para Sahabat yang ikut dalam perang Badr. Allâh عزوجل berfirman kepada mereka:

 اعْمَلُوْا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُـــــــــــــــــــمْ

Berbuatlah semau kalian! Aku telah memberikan ampunan untuk kalian.8

Seandainya mereka melakukan dosa apa saja, maka Allâh عزوجل  akan mengampuni mereka dengan sebab perbuatan baik yang sangat besar yang mereka lakukan saat perang Badr.

Terkadang, Allâh  عزوجل  juga memberikan ampunan kepada orang yang melakukan keburukan dalam kehidupan di dunia ini. Allâh عزوجل berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا

Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allâh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa’/4:48)

Sehingga akhirnya, di akhirat dia mendapatkan kebaikan yang sempurna.

Golongan kedua: Yaitu golongan yang merugi, tapi bukan yang paling merugi. Yaitu mereka yang telah melakukan beberapa dosa dan dia ditakdirkan tidak bisa lepas dari dosa tersebut, sehingga akhirnya dia disiksa karena perbuatan dosa itu.

Jadi, kaum Muslimin yang menjadi pelaku maksiat termasuk orang-orang yang merugi tapi bukan yang paling merugi.

Golongan ketiga: Golongan yang paling merugi yaitu orang-orang yang tidak mendapatkan bagian kebaikan sama sekali di akhirat. Mereka ini adalah orang-orang kafir.

FAEDAH-FAEDAH AYAT

Diantara faidah yang bisa disimpulkan dari ayat ke-4:

  1. Orang yang tidak beriman terhadap hari akhirat akan dibalas dengan balasan yang menakutkan ini, yaitu keburukan akan dijadikan indah dalam pandangannya, sementara kebaikan tidak dijadikan indah dalam pandangannya.
  2. Ketika seorang insan beriman terhadap hari akhirat dengan benar, maka kebenaran akan tampak jelas baginya. Karena keimanannya terhadap hari akhirat mengharuskan ia memandang yang benar itu sebagai sebuah kebenaran dan memandang suatu kebathilan sebagai sebuah kebathilan.
  3. Balasan sesuatu itu sejenis dengan amal perbuatannya. Akibat dari tidak mengimani hari akhirat padahal penjelasan tentang hari akhirat itu sangat jelas, akhirnya kebenaran menjadi tidak jelas juga dalam pandangannya, padahal kebenaran itu sangat jelas.
  4. Tidak mengimani hari akhirat merupakan salah satu sebab kebingungan, berdasarkan firman Allâh عزوجل , yang artinya, “Mereka bergelimang (dalam kesesatan).” Berdasarkan ini, berarti beriman terhadap hari akhirat merupakan sebab munculnya keyakinan atau kemantapan dan cahaya. Ini sesuatu yang sudah terbukti. Seseorang tidak ditimpa keraguan-raguan atau kebingungan, kecuali dengan sebab perbuatannya sendiri dan imannya yang kurang. Ketika keimanannya megungat, maka pengetahuannya akan bertambah, sampai pun dalam masalah-masalah keilmuan yang tidak syar’i, terkadang Allâh عزوجل memberikannya firasat-firasat yang dengannya segala sesuatu menjadi tampak jelas.
  5. Wajibnya beriman terhadap hari akhirat. Kesimpulan ini dengan sebab adanya dalil ancaman siksa bagi orang yang tidak mengimaninya.
  6. Ayat ini merupakan bantahan terhadap golongan qadariyah. Dalam ayat ini, terdapat dalil yang menguatkan pendapat ahlussunnah wal jama’ah dalam membantah golongan al-qadariyah, berdasarkan firman Allâh عزوجل , yang artinya, “Kami jadikan amalan-amalan (buruk mereka) itu indah dalam pandangan mereka.” Inilah yang menjadi sebab kesesatan orang-orang kafir itu. Perbuatan-perbuatan buruk dijadikan indah dalam pandangan mereka, sehingga mereka gemar melakukannya. Ini artinya Allâh عزوجل punya pengaruh dalam amal perbuatan mereka. Dalam ayat ini, Allâh عزوجل menisbatkan kepada diri-Nya perbuatan yang menjadikan keburukan menjadi tampak indah dalam pandangan mereka. Ini menunjukkan kebalikan dari perkataan golongan al-qadariyah (yang mengatakan bahwa Allâh  عزوجل  tidak memiliki pengaruh apapun dalam perbuatan para hamba-red). Mereka ini mengimani hari akhirat dan mengaku sebagai kaum Muslimin, akan tetapi mereka tidak mengimani kalau Allâh  عزوجل  itu memiliki pengaruh dalam perbuatan para hamba. Menurut mereka, Allâh  عزوجل  tidak memiliki pengaruh sama sekali dalam perbuatan seorang hamba.
  7. Allâh berfi rman, yang artinya, “Amal-amal perbuatan mereka,” Dalam potongan ayat ini terdapat penisbatan amal kepada para hamba, artinya mereka yang berbuat. Ini juga menjadi bantahan terhadap golongan al-Jabriyah. Karena mereka tidak menisbatkan amal perbuatan kepada manusia kecuali secara majaz, karena mereka berpendapat bahwa manusia itu dipaksa untuk melakukan sesuatu. (jadi, menurut golongan ini, manusia itu seperti robot-red).
  8. Orang-orang yang tidak beriman terhadap hari akhirat memandang bahwa semua yang mereka lakukan itu baik, oleh karena itu, mereka terus[1]menerus melakukannya.

Kalau ada orang yang bertanya, “Kondisi, dimana mereka memandang bahwa semua perbuatan mereka itu baik sehingga mereka terus-menerus melakukannya,” Apa ini tidak membingungkan? Karena kita mengatakan bahwa mereka dalam kondisi bingung dan gelisah.

Kita jawab, bahwa mereka itu bingung dalam urusan beriman terhadap hari akhirat. Namun ketika mereka terus menerus dalam keadaan ini, maka mereka akan memandang bahwa mereka di atas kebenaran. Mereka melakukan perbuatan maksiat, tapi perbuatan maksiat yang buruk itu dijadikan indah dalam pandangan mereka, sehingga mereka berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan itu tidak apa-apa dilakukan. Misalnya, orang yang bermu’amalah dengan riba, mereka memandang bahwa riba itu sebagai sumber pendapatan dan itu tidak apa-apa; Begitu pula, orang-orang yang terbiasa bermain catur, mereka akan memandang permainan ini baik untuk mengasah akal dan lain sebagainya. Mereka bingung dalam semua urusan, termasuk dalam urusan akhirat, mereka tidak memiliki kemantapan (keyakinan). Diantara mereka, ada yang menyangka bahwa buah dari perbuatan buruknya itu adalah baik bagi dia.

Jika ada yang mengatakan, “Sebagian pelaku maksiat mengakui bahwa dia salah, namun dia juga mengatakan, ‘Allâh itu maha pengampun dan maha penyayang.

Kita katakan, bahwa cara pandang ini juga termasuk cara pandang yang dibuat indah,(padahal itu salah atau buruk-red). Ini termasuk berharap yang tidak pada tempatnya. Orang yang berharap mendapatkan ampunan dari Allah tapi bukan pada tempatnya, termasuk perbuatan buruk. Rasulullah ﷺ bersabda:

وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ عَزَّوَجَلَّ

Orang yang lemah adalah orang yang terus mengekor hawa nafsunya dan terus berangan-angan kepada Allâh dengan berbagai angan-angan9 .

  1. Orang yang menganggap baik berbagai keburukan itu adalah orang yang lemah imannya terhadap hari akhirat, karena kalau imannya kuat, maka semua keburukan-keburukan itu tidak akan dianggap baik. Ayat di atas sebagai dalil dari kesimpulan ini.

Diantara faidah yang bisa disimpulkan dari ayat ke-5:

  1. Orang-orang kafir itu adalah orang-orang yang paling merugi dalam kehidupan akhirat saja, sebagaimana firman Allâh عزوجل :

وَهُمْ فِيْ الأَخِرَةِ هُمُ الأَخْسَرُوْنَ

Mereka di akhirat adalah orang-orang yang paling merugi. (QS. An-Naml/27:5)

Apakah mereka juga pasti termasuk orang-orang yang paling merugi dalam kehidupan dunia?

Jawabnya, tidak mesti.

Tidak juga terpahami dari ayat di atas bahwa mereka termasuk orang-orang yang beruntung dalam kehidupan dunia. Kehidupan dunia mereka tidak dijelaskan (dalam ayat ini-red). Terkadang mereka beruntung dan terkadang merugi.

  1. Dalam ayat tersebut terdapat penetapan akan adanya siksa yang buruk di dunia dan di akhirat bagi mereka yang tidak beriman terhadap hari akhirat.
  2. Orang-orang kafir itu tidak akan mendapatkan kebaikan sedikitpun di akhirat untuk selama-
  3. Di akhirat, umat manusia terbagi menjadi tiga golongan: golongan yang paling merugi, golongan yang merugi dan golongan yang beruntung.
  4. Adzab itu bermacam-macam, karena perbuatan maksiat juga bermacam-macam. Dan juga karena balasan itu sejenis dengan amalan perbuatan manusia.
  5. Dalam ini juga terdapat penetapan akan adanya kehidupan akhirat.
  6. Orang yang tidak beriman terhadap keberadaan kehidupan akhirat, maka dia kafir, berdasarkan firman Allâh عزوجل :

وَهُمْ فِيْ الأَخِرَةِ هُمُ الأَخْسَرُوْنَ

Mereka adalah orang-orang yang paling merugi.

  1. Mereka adalah orang-orang yang paling merugi. Adapun orang-orang selain mereka, meskipun merugi, akan tetapi tidak sampai pada tingkat paling merugi.
  2. Dalam ayat ini terdapat bantahan terhadap pendapat golongan Mu’tazilah dan golongan Khawarij. Karena kalau kita berpendapat (seperti pendapat mereka[1]red) yang mengatakan bahwa orang-orang yang beriman terhadap hari akhirat yang melakukan dosa-dosa besar akan kekal di dalam neraka, tentu para pelaku dosa besar ini juga dimasukkan kedalam golongan orang-orang yang paling merugi ini. Padahal, Allâh عزوجل hanya menyematkan label “paling merugi” pada orang-orang yang tidak beriman terhadap Hari Akhirat.

Footnote:

1 Lihat Tafsir Taisir al-Karîm ar-Rahman

2 Lihat Tafsir Aisar at-Tafâsîr, Syaikh Abu Bakr Jabir al-jazairi

3 Lihat Tafsir Taisir al-Karîm ar-Rahman

4 Penjelasan dua ayat disadur dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam kitab tafsir beliau t , Tafsir al-Qur’an al-Karim

5 Lihat kitab al-Ash-nâm, Abu al-Mundzir al-kalbiy, hlm. 33 dan Ighâtsatul Lahfân, 2/220

6 Ucapan ini dinisbahkan kepada Abu Hamid al-Ghazali. Lihat Majmu’ Fatawa, 4/28

7 Kata yang menunjukkan tingkatan-tingkatan.

8 HR. Al-Bukhari, no. 6540 dan Muslim, no. 2494

9 Hadits diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2459 dan Ibnu Majah, no. 4260

Majalah As-Sunnah

EDISI 07 / TAHUN XXIV / 1442 H / 2020 M


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/tafsir/terperdaya-dan-paling-merugi/